Konflik Antar Etnis
Konflik etnis adalah
konflik yang terkait dengan permasalahan permasalahan mendesak mengenai
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial di antara dua kelompok etnis
atau lebih. Konflik etnis seringkali bernuansa kekerasan, tetapi bisa juga
tidak. Namun biasanya konflik etnis bernuansa dengan kekerasan dan jatuh
korban. Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang
berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku
tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut
dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.
Faturochman menyebutkan
setidaknya ada enam hal yang biasa melatarbelakangi terjadinya konflik etnis
terjadi disebuah tempat. Enam hal tersebut antara lain yakni:
1.
Kepentingan yang sama
diantara beberapa pihak
2.
Perebutan sumber daya
3.
Sumber daya yang
terbatas
4.
Kategori atau
identitas yang berbeda
5.
Prasangka atau
diskriminasi
6.
Ketidakjelasan aturan
(ketidakadilan).
Konflik antar etnis yang
terjadi dapat dikatakan karena kepentingan beberapa oknum atau pihak yang
memang bertujuan untuk mengambil untung dari konflik tersebut. Etnis etnis yang
saling berkonflik sangat mudah di adu domba karena memang sumber daya manusia
yang terbatas. Dalam arti pendidikannya kurang dan tingkat ekonomi yang rendah.
Seharusnya dari masing masing kepala daerah yang ada di wilayah konflik
tersebut harus tegas membuat atau merealisikan kebijkan ketika terjadi sebuah
konflik antar etnis.
Dalam konteks Indonesia
sendiri, kita kerap kali mendengar terjadinya konflik antar etnis. Sebenarnya
akar dari konflik ini adalah keterbelakangan dari masyarakat di wilayah konflik
tersebut. Sementara itu, Sukamdi menyebutkan bahwa konflik antar etnik di
Indonesia terdiri dari tiga sebab utama, yakni:
1.
Konflik muncul karena
ada benturan budaya
2.
Karena masalah ekonomi
politik
3.
Karena kesenjangan
ekonomi sehingga timbul kesenjangan sosial.
Menurutnya konflik
terbuka dengan kelompok etnis lain hanyalah merupakan bentuk perlawanan
terhadap struktur ekonomi-politik yang menghimpit mereka sehingga dapat terjadi
konflik diantara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan identitas sosial,
dalam hal ini etnik dan budaya khasnya, seringkali menimbulkan etnosentrisme
yang kaku, dimana seseorang tidak mampu keluar dari perspektif yang dimiliki
atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak
mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Sikap
etnosentrisme yang kaku ini sangat berperan dalam menciptakan konflik karena
ketidakmampuan orang-orang untuk memahami perbedaan. Sebagai tambahan, pengidentifikasian kuat seseorang terhadap
kelompok cenderung akan menyebabkan seseorang lebih berprasangka, yang akan
menjadi konflik.
Berdasarkan tulisan dari
Stefan Wolff, bahwa konflik etnis ini sebagian besar terjadi di wilayah Afrika,
Asia, serta sebagian Eropa Timur. Dikatakan bahwa negara-negara Eropa Barat
serta Amerika Utara tidak terpengaruh atas konflik etnis yang terjadi di dunia
ini. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa konflik tersebut
terjadi di wilayah yang terbelakang secara peradaban? Belum ada jawaban atas
pertanyaan ini. Jawaban yang cukup masuk akal akan pertanyaan ini adalah berdasarkan
rentan waktu munculnya peradaban.
Asia dan Afrika adalah
dua benua yang memiliki sejarah peradaban tertua di dunia. dan secara tidak
sengaja, kedua benua ini memiliki berbagai macam etnis,ras, ataupun suku
bangsa. Tentu saja hal ini tidak dapat ditemui di benua Amerika yang merupakan
“peradaban baru” bentukan Eropa. Peradaban-peradaban ini sejak dahulu selalu
terlibat perang suku. Celakanya, perang antar suku dan ras yang terjadi ini
menyimpan dendam diantara semua pihak yang bertikai dan masih terbawa hingga
kini. Dengan demikian, Wolff menyimpulkan bahwa “ethnic conflicts are based on
ancient hatreds between groups fighting in them and that”. Sebagian kecil
konflik yang terjadi adalah akibat isu kontemporer politik ataupun agama.
Konflik Antar Etnis di
Indonesia
Beragamnya suku, agama,
ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai bangsa yang rawan konflik. Dari
ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis
bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Semboyan yang terdapat di kaki kuat
sang Burung Garuda “Bhineka Tunggal Ika” nampaknya belum menjiwai seluruh warga
bangsa ini. Rasa satu kesatuan sebagai warga negara bukanlah hal yang
utama, melainkan arti kata semboyan bangsa ini hanya sekedar wacana belaka. Beberapa
peristiwa akibat konflik setelah lengsernya otoritas orde baru dan lahirnya era
reformasi adalah sebagai berikut :
a)
Krisis Aceh dengan adanya Gerakan Aceh merdeka (GAM).
b)
Krisis Ambon yang memicu perpecahan bangsa karena keyakinan.
c)
Krisis Poso di Sulawesi Tengah.
d)
Gerakan Papua Merdeka
e)
Peristiwa Dayak-Madura di Kalimantan Tengah.
f)
Peristiwa Ketapang di Jakarta.
g)
Peristiwa Bom Bali.
h)
Peristiwa seputar Jemaah Ahmadiyah.
i)
Peristiwa Monas di Jakarta.
j)
dan timbulnya lagi krisis Ambon saat ini.
Sebenarnya masih banyak peristiwa lain yang terjadi
akibat konflik, seperti adanya tindak anarkis antara karyawan dan
perusahaan, warga masyarakat dan perusahaan, dan aksi preman yang hampir di
setiap kota besar terjadi.
Di balik konflik
antaretnis di Indonesia yang memecahkan satu kesatuan bangsa jika ditelisik
lebih mendalam terdapat sumbu yang membuat satu etnis dengan etnis lainnya
hanya memperlihatkan rasa keaku-akuannya, rasa “kami”, dan “mereka”, mereka
melihat etnis lain adalah kelompok luar darinya, dan etnis luar melihat etnis
lain sebagai musuh baginya. Setiap konflik yang berujung SARA bermula dari
konflik individu yang kemudian mengarah ke konflik kolektif yang
mengatasnamakan etnis. Kasus konflik Tarakan, Kalimantan Timur, berawal dari
salah seorang pemuda Suku Tidung yang melintas di kerumunan Suku Bugis, lantas
di keroyok oleh lima orang hingga tewas karena sabetan senjata tajam. Konflik
Tarakan menjadi memanas nyatanya tersimpan dendam ke Suku Bugis yang lebih maju
menguasai sektor ekonomi. Faktor ekonomi juga menjadi penyebab utama konflik di
bangsa ini, dalam kasus sebuah klub kafe di Bilangan Jakarta Selatan “Dari
Blowfish Ke Ampera” antara Suku Ambon dan Suku Flores yang berawal dari
perebutan jasa penjaga preman hingga konflik tersebut mengarah ke konflik etnis.
Sampai pada Sidang Pengadilan masing-masing pihak yang bertikai masih
menunjukan etnosentrisnya.
Penguasaan sektor
ekonomi memicu besarnya sentimen etnis dan adanyaprejudice membuat
konflik meranah ke agama. Konflik agama yang terjadi di Poso jika ditelusi
secara mendalam bermula dari pertikaian pemuda yang berbeda agama yang sedang
mabuk hingga karena sentimen kepercayaan hingga merambah ke konflik etnis dan
agama. Konflik Poso kian memanas ketika provokasi akan adanya masjid yang
dibakar oleh umat kristiani, agama memang sangat rentan. Aparat Pemerintah
bukanya sebagai penengah namun ikut andil dalam konflik ini. Nampaknya
kesenjangan sosial ekonomi dari pendatang yang sebagai mayoritas menguasai
sektor ekonomi membuat konflik menjadi lebih memanas.
Ketidakmerataan
penyebaran penduduk juga dapat menimbulkan masalah. Kepadatan penduduk yang
mendororong etnis Madura melakukan migrasi ke Pulau Kalimantan. Di mana masih
membutuhkan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia untuk mengolah kekayaan alam dan
membangun infrastruktur perekonomian. Pencapaian atas kerja keras, hidup hemat
bahkan penderitaan yang dirasakan etnis Madura terbayarkan sudah ketika
keberhasilan sudah ditangan. Dengan menguasai sektor-sektor perdagangan
sehingga orang-orang non Madura yang lebih awal bergerak di bidang itu terpaksa
terlempar keluar.
Alternatif dalam
menyatukan etnis di Indonesia dengan mengadakan akomodasi merupakan solusi yang
tepat untuk menyatukan bangsa yang besar ini. KH. Abdurahman Wahid
mengungkapkan “Sebuah bangsa yang mampu bertenggang rasa terhadap
perbedaaan-perbedaaan budaya, agama, dan ideologi adalah bangsa yang besar”
untuk mewujudkan integrasi antaretnis di Indonesia dengan mutual of
understanding, sehingga semboyan yang mencengkram dalam kaki kuat Burung
Garuda bukanlah wacana lagi.
Soulusi Penyelesaian
Konflik Antar Etnis
Konflik antar etnis di
Indonesia harus segera diselesaikan dan harus sudah ada solusi konkritnya.
Dalam bukunya Wirawan dengan judul Konflik dan Menejemen Konflik, Teori,
Aplikasi, dan Penelitian menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan konflik antar
etnis yang ada di sebuah Negara. Pertama, melalui Intervensi pihak ketiga.
Dimana keputusan intervensi pihak ketiga nantinya final dan mengikat. Contoh
adalah pengadilan. Kedua, Mediasi. Mediasi ini adalah cara penyelesaian konflik
melalui pihak ketiga juga yang disebut sebagai mediator. Ketiga, Rokosialisasi.
Proses penyelesaian konflik dengan transormasi sebelum konflik itu terjadi,
dimana masyarakat pada saat itu hidup dengan damai.
Adapun cara lain dalam
menyelesaikan konflik yang ada, yakni:
·
Konflik Itu Harus di
Management Menuju Rekonsiliasi
Konflik memang bukan sesuatu yang diharapkan oleh setiap
orang yang hidup di dunia ini. Apa lagi konflik yang bernuansa karena perbedaan
agama yang dianut dan pebedaan etnis. Konflik yang demikian itu memang suatu
konflik yang sangat serius. Untuk meredam wajah bahaya dari konflik itu, maka
konflik itu harus dimanagement agar ia berproses ke arah yang positif. Dr. Judo
Poerwowidagdo, MA. Dosen Senior di Universitas Duta Wacana Yogyakarta
menyatakan bahwa proses konflik menuju arah yang positif itu adalah sbb: Dari
kondisi yang “Fight”harus diupayakan agar menuju Flight.
Dari kondisi Flight diupaykan lagi agar dapat menciptakan
kondisi yang Flaw. Dari Flaw inilah baru diarahkan
menuju kondisiAgreement, terus ke Rekonsiliasi. Karena itu,
masyarakat terutama para pemuka agama dan etnis haruslah dibekali ilmu
Management Konflik setidak-tidaknya untuk tingkat dasar.
·
Merobah Sistem
Pemahaman Agama.
Konflik yang bernuansa agama bukanlah
karena agama yang dianutnya itu mengajarkan untuk konflik. Karena cara
umat memahami ajaran agamanyalah yang menyebabkan mereka menjadi termotivasi
untuk melakukan konflik. Keluhuran ajaran agama masing-masing hendaknya
tidak di retorikakan secara berlebihan. Retorika yang berlebihan dalam
mengajarkan agama kepada umat masing-masing menyebabkan umat akan merasa
dirinya lebih superior dari pemeluk agama lain. Arahkanlah pembinaan kehidupan
beragma untuk menampilkan nilai-nilai universal dari ajaran agama yang dianut.
Misalnya, semua agama mengajarkan umatnya untuk hidup sabar menghadapi
proses kehidupan ini. Menjadi lebih tabahmenghadapi berbagai AGHT
(ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan) dalam menghadapi hidup ini. Rela
berkorban demi kepentingan yang lebih mulia. Tidak mudah putus
asa memperjuangkan sesuatu yang benar dan adil. Tidak mudah
mabuk atau lupa diri kalau mencapai sukses. Orang yang sukses seperti
menjadi kaya, pintar, menjadi penguasa, cantik, cakep, memiliki suatu power,
merasa diri bangsawan. Semuanya itu dapat menyebabkan orang menjadi mabuk kalau
kurang waspada membawa diri. Hal-hal yang seperti itulah yang sesungguhnya
lebih dipentingkan oleh masyarakat bangsa kita dewasa ini.
·
Mengurangi Penampilan
Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama.
Kegiatan beragama seperti perayaan hari raya
agama, umat hendaknya mengurangi bentuk perayaan dengan penampilan yang berhura
hura. Hal ini sangat mudah juga memancing konflik. Karena umat lain juga
dapat terpancing untuk menunjukan existensi dirinya bahwa ia juga menganut
agama yang sangat hebat dan luhur.
·
Redam Nafsu Distinksi
Untuk Menghindari Konflik Etnis.
Setiap manusia memiliki nafsu atau dorongan
hidup dari dalam dirinya. Salah satu nafsu itu ada yang disebut nafsu Distinksi.
Nafsu Distinksi ini mendorong seseorang untuk menjadi lebih dari yang lainya.
Kalau nafsu ini dikelola dengan baik justru akan membawa manusia menjadi siap
hidup bersaing. Tidak ada kemajuan tanpa persaingan. Namun, persaingan itu
adalah persaingan yang sehat. Persaingan yang sehat itu adalah persaingan yang
berdasarkan noram-norma Agama, norma Hukum dan norma-norma kemanusiaan yang
lainya. Namun, sering nafsu Distinksi ini menjadi dasar untuk mendorong suatu
etnis bahwa mereka adalah memiliki berbagai kelebihan dari etnis yang
lainya. Nafsu Distinksi ini sering membuat orang buta akan berbagai
kekuranganya. Hal inilah banyak orang menjadi bersikap sombong dan
exlusive karena merasa memiliki kelebihan etnisnya.
Untuk membangun kebersamaan yang setara,
bersaudara dan merdeka mengembangkkan fungsi, profesi dan posisi,
maka dalam hubungan dengan sesama dalam suatu masyarakat ada baiknya kami
sampaikan pandangan Swami Satya Narayana sbb: “Agar hubungan sesama manusia
menjadi harmonis, seriuslah melihat kelebihan pihak lain dan remehkan
kekuarangannya. Seriuslah melihat kekurangan diri sendiri dan remehkan
kelebiihan diri”. Dengan demikian semua pihak akan mendapatkan
manfaat dari hubungan sosial tersebut. Di samping mendapatkan sahabat yang
semakin erat, juga mendapatkan tambahan pengalaman positif dari sesama
dalam pergaulan sosial. Dengan melihat kelebiihan sesama maka akan
semakin tumbuh rasa persahabatan yang semakin kekal. Kalau kita lihat
kekurangannya maka kita akan terus merasa jauh dengan sesama dalam
hubungan sosial tersebut.
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)